Oleh Moh. Mudzakkir
Pengantar
Kemerdekaan, Kemiskinan dan Persatuan Nasional
Akhirnya
[i] Tulisan ini disampaikan sebagai bahan diskusi pada Seminar “Kemiskinan dan Kesatuan Bangsa” yang diselenggarakan oleh el-DEKA, 27 Desember 2011 di Sidoarjo.
Pengantar
Mengapa
rasa nasionalisme masyarakat Indonesia seolah-olah bertambah ketika
menyaksikan pertandingan-pertandingan olah raga? Terutama sekali saat
olah raga yang sangat populer di negeri ini digelar. Lihat saja ketika
pertandingan sepakbola antara kesebelasan U-23 Indonesia melawan
Malaysia. Berbagai media, baik lokal maupun nasional, menjadikan headline
besar-besaran peristiwa tersebut. Berbagai dukungan diberikan oleh
masyarakat dari berbagai lapisan, baik secara langsung datang ke stadiun
menjadi suporter atau hanya sekedar menyaksikan melalui layar kaca.
Masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Nias hingga
pulau Rote seakan-akan dipersatuan oleh perasaan sebangsa dan setanah
air yang mempunyai tujuan memenangkan permainan sepkabola pada malam
itu. Meskipun tim nasional indonesia dikalahkan, tapi aura dan euforia
menjadi suatu bangsa saat itu cukup terasa.
Harus kita
akui, bahwa sepakbola bukan hanya sekedar berkaitan dengan kesehatan,
hobi, dan kebutuhan untuk mengakumulasi modal ekonomi. Tapi terkadang
juga bisa memberikan wahana dalam rangka membangun solidaritas sosial (social solidarity)
dalam sebuah masyarakat. Dan salah satu perwujudan solidaritas sosial
tersebut adalah imajinasi sebagai sebuah bangsa Indonesia. Apalagi
ketika kesebelasan Indonesia berhadapan dengan negara tetangga (baca;
Malaysia) yang dianggap telah melecehkan harga diri bangsa Indonesia
(mulai dari kasus TKW, TKI, Illegal logging, klaim pulau di
perbatasan, hingga yang terakhir kasus pencaplokan daerah perbatasan di
daerah Kalimanatan), seakan-akan sepakbola menjadi ruang untuk
mengartikulasikan kegelisahan rasa nasionalisme kita.
Hal
ini bisa kita lihat dari ungkapan yang muncul di media massa dan spanduk
suporter saat pertandingan Indonesia versus Malaysia digelar, “Ganyang
Malaysia!” dan “Cabik-cabik Harimau Malaya”. Ungkapan pertama tentu
tidak bisa lepas dari ingatan historis kita saat Indonesia melakukan
konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1960-an. Ketika Soekarno menuduh
Malaysia sebagai boneka Inggris (imperialisme) di Asia Tenggara, dan ia
menyerukan kepada relawan Indonesia dengan ungkapan “Ganyang Malaysia!”.
Di
sisi lain, saya melihat terkadang sepakbola juga bisa menjadi “candu
masyarakat” dan “nasionlisme sesaat” atau instan. Mengapa demikian? Ada
dua argumen yang bisa diutarakan di sini. Pertama, ketika
masyarakat kelas bawah, menengah, dan atas bersama-sama menyaksikan dan
mendukung tim nasional, seolah-olah persoalan sepakbola menjadi
peristiwa penting bagi nasib bangsa Indonesia. Dan pada saat yang sama,
para elit dan masyarakat melupakan problem-problem kebangsaan lainnya
yang lebih penting dan mendesak untuk segera diselesaikan; seperti
pengentasan kemiskinan, pemberantasan korupsi, pemerataan pendidikan,
perluasan lapangan pekerjaan, pemberantasan mafia hukum, kejatahan
korporasi dan lainnya. Kedua, para pemimpin dan masyarakat kita
merasa sudah menjadi sangat nasionalis, mencintai dan membela bangsa
dan negara Indonesia, ketika ikut serta menyaksikan dan mendukung tim
nasional. Tapi di sisi lain, mereka tidak peduli atau bahkan tidak
tergerak untuk menyerukan solidaritas bersama untuk mengentaskan
kemiskinan dan kemeralaratan saudara sebangsa dan setanah airnya.
Bukankan ini tidak kalah kadar nasionalismenya?
Soekarno
mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia dibangun berdasarkan persamaan
nasib sebagai bangsa yang dijajah dan ditindas oleh imperalisme Belanda.
Nasionalisme yang bukan di dasarkan oleh ras, etnisitas, bahasa, atau
pun agama. Oleh karena itu semboyan yang dipilih adalah Bhineka tunggal
eka, berbeda-beda namun tetap menjadi satu kesatuan.
Undang-Undang
Dasar 1945 secara jelas menjelaskan bahwa alasan utama bangsa Indonesia
harus merdeka adalah karena kita meyakini bahwa penjajahah tidak sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Penjajahan telah membuat kita tidak
berdaya, baik secara batin maupun lahir sebagai manusia. Penjajahan
telah merampas hak-hak kita sebagai manusia yang sesungguhnya. Dan
dampak terbesar adalah hak-hak ekonomi bangsa kita yang dirampas.
Akibatnya adalah kemiskinan, kemelaratan, dan kesenjangan sosial ekonomi
yang sangat besar. Indonesia lahir untuk menyelesaikan persoalan
kemanusiaan tersebut, yaitu dengan jalan memberdayakan dan
mensejahterakan rakyatnya.
Tapi pertanyaannya kemudian
adalah apakah bangsa Indonesia telah mampu membebaskan dirinya dari
kemiskinan dan beralih menjadi bangsa yang sejahtera? Tentu belum
tercapai, itulah jawaban yang muncul dari mulut kita bersama. Mengapa
hal ini bisa terjadi? apa yang menyebabkan bangsa kita terperosok pada
problem kemiskinan dan hingga sekarang belum mampu menyelesaikan? Dan
apa hubungan antara kemiskinan dan persatuan nasional? Mungkin inilah
pertanyaan-pertanyaan reflektif yang terbersit dalam benak kita. Dan
hingga sekarang terus menggusik nalar kritis untuk mencari jawaban atas
problem kebangsaan ini.
Diantara beberapa pertanyaan di
atas saya mencoba untuk mengeksplorasi pertanyaan yang terakhir. Secara
general, saya akan menjawab bahwa kemiskinan dan persatuan dan kesatuan
bangsa mempunyai relasi yang sangat kuat. Dan bahkan bisa mempunyai
dampak yang sangat besar baik secara konstruktif maupun dekonstruktif
bagi proses kehidupan berbangsa suatu negara tertentu, tidak terkecuali
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Marilah kita ambil
contoh kasus negara tetangga Malaysia pada awal pasca kemedekaannya.
Secara demografis, Malaysia dihuni oleh tiga etnis besar yaitu Melayu,
Cina, dan India. Meskipun etnis Melayu mayoritas secara populasi, tapi
minoritas dalam penguasaan ekonomi. Kemiskinan yang meluas dan tingkat
pendidikan yang rendah, dua hal yang berkelindan membuat orang-orang
Melayu menjadi jauh tertinggal dengan etnis Cina perantauan yang dikenal
mempunyai kultur pekerja keras. Belum lagi ditambah kebijakan
kolonialisme Inggris yang diskriminatif terhadap bangsa Melayu membuat
mereka secara historis struktural termarjinalkan.
Akibat
proses-proses tersebut akhirnya ketegangan antara Melayu dan Cina pun
terjadi. Bahkan ketegangan tersebut mencapai pada puncaknya ketika
terjadi kerusuhan rasial yang hampir saja membuat Malaysia terpecah
belah. Mahathir Mohammad mampu melihat akar persoalan konflik ras ini.
Salah satu akar persoalannya adalah faktor kemiskinan, kemelaratan dan
kebodohan yang terjadi pada etnis Melayu sebagai dampak destruktif
praktek kolonialisme Inggris.
Untuk mengatasi problem itu Pemerintah Malaysia membuat solusi jangka panjang, yaitu dengan membuat kebijakan affirmative action yang
ditujukan kepada mayoritas etnis Melayu yaitu dengan meningkat taraf
hidup dan pendidikan mereka. Seperti kita lihat sekarang, kebijakan
rezim Mahathir Mohammad tersebut ternyata cukup efektif dalam
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan warga negaranya
(khususnya Melayu). Belum lagi dalam bidang pendidikan Malaysia secara
serius membebaskan biaya pendidikan dan menyekolahkan pelajar/mahasiswa
yang potensial ke negara-negara maju. Setelah satu atau dua dekade,
Malaysia pun mengalami perubahan yang cukup luar biasa. Ketegangan dan
konflik yang mengancam integrasi Malaysia seperti masa tahu 1960-an dan
1970-an sudah sangat sedikit terjadi, kalau tidak boleh dikatakan tidak
ada sama sekali.
Dalam konteks Indonesia, contoh dampak
kemiskinan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa cukup banyak yang bisa
dijadikan contoh. Pasca runtuhnya rezim orde baru pada 1998 misalnya,
bermunculan gerakan-gerakan separatis yang berada di beberapa provinsi
mulai Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, dan Papua (Irian Jaya). Ketiga
provinsi ini dikenal sebagai daerah penghasil hasil tambang yang cukup
kaya, namun hasil hasil kekayaan alam (minyak bumi, gas, emas, dan
tembaga) yang berada di daerah mereka justru yang menikmati adalah
pemerintah pusat. Pembagian hasil pengolahan kekayaan alam yang tidak
proporsional ditambah lagi korupsi yang merajalela (pusat atau daerah)
membuat trickle down effects pembangunan tidak bisa dirasakan oleh ketiga masyarakat daerah tersebut.
Tidak
ada korelasi antara daerah kaya hasil bumi dengan tingkat kesejahteraan
penduduk dan tingkat pendidikan. Akibatnya, gejolak ketidakpuasan pun
tidak terbendung. Salah satunya adalah dengan bangkitnya gerakan-gerakan
protes menuntut ketidakadilan hingga tingkat yang ekstrim, yaitu
membuat gerakan yang berujung separatisme. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
menuntut lepas dari NKRI akibat ketidakadilan politik ekonomi. Bukan
hanya menggunakan jalur diplomasi tapi juga menggunakan jalur perjuangan
senjata. Hingga akhirnya perdamaian pun tercapai meskipun dengan jalan
berdarah-darah korban anak bangsa. Aceh pun mendapatkan Otonomi khusus
sebagai jalan tengah.
Hampir sejalan dengan Aceh, Papua
pun juga melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat. Meskipun Papua dikenal sebagai provinsi yang kaya
akan sumber daya alam tapi rakyat papua masih belum semua menikmati kue
pembangunan. Bahkan ketika terjadi konflik antara Freeport dan
pendudukan lokal, pemerintah lebih memihak kepada peruhanan
Transnasional tersebut. Pemerintah lebih melindungi perusahan asing yang
jelas-jelas berbuat curang, pemimpin kita tidak mempunyai keberanian
untuk merubah keadaan menjadi lebih adil dengan pihak asing.
Kekayaan
alam yang begitu melimpah seharusnya dapat dikelola dan dinikmati
bangsa sendiri, tapi justru sebaliknya dikelola pihak asing dan dibagi
secara tidak adil. Rakyat Indonesia dan Papua mendapat bagian yang lebih
sedikit dibandingkan bagian Freeport. Kalau saja hasil kekayaan alam
tersebut dikelola dan didistribusikan secara adil, niscaya rakyat Papua
sejahtera dan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Ketidakadilan
yang terjadi pada rakyat Papua menimbulkan gejolak ketidakpuasan.
Gerakan-gerakan protes pun dilakukan oleh masyarakat Papua. Tuntutan
memisahkan diri dari NKRI pun juga dilakukan sebagai bagian dari protes
dari ketidakadilan yang mereka alami. Seperti kasus Aceh, Papua pun
mendapatkan jawaban atas tuntutan mereka dengan otonomi khusus. Meskipun
solusi tersebut belum menjawab persoalan-persoalan utama di Papua
khususnya dalam soal keadilan ekonomi. Tapi paling tidak sudah
memberikan solusi sementara. Tuntutan merdeka mungkin tidak akan muncul
lagi apabila tingkat kemiskinan tinggi dan rendahnya pendidikan bisa
diatasi.
Selain kasus Aceh dan Papua, faktor lain yang
bisa dijadikan contoh adalah soal konflik sosial yang terjadi di
masyarakat. Beberapa kasus etnis yang muncul di permukaan kalau
ditelusuri secara mendalam sebenarnya bukan disebabkan oleh persoalan
etnisitas itu sendiri. Tapi lebih disebabkan oleh persoalan
kesejahteraan ekonomi. Ketika pendatang datang di suatu daerah tertentu
lebih bekerja keras, kreatif, dan semangat untuk mencari peluang, di
sisi lain penduduk asli terlenakan oleh keadaan yang sudah ada.
Kecemburuan pun biasanya terjadi yang pada titik tertentu menimbulkan
ketengangan dan puncaknya adalah konflik sosial yang bisa menganggu
merobek persatuan dan kesatuan bangsa.
Kemiskinan bukan
hanya bisa menjadi bibit atau akar persoalan bagi disintegrasi bangsa
secara luas, tapi juga prakondisi terjadinya problem kriminalitas dan
perilaku sosial yang menyimpang di dalam masyarakat. Bukan rahasia lagi
kalau faktor kemiskinan ditambah dengan susahnya mencari lapangan
pekerjaan membuat orang berbuat nekat dan gelap mata untuk melakukan
tindakan kejahatan, apakah itu mencopet, mencoleng, menipu, merampok,
hingga membunuh. Secara sederhana dapat ditarik kesimpulan tentatif,
semakin tinggi tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk suatu negara,
maka semakin rendah tingkat kriminalitasnya.
Dalam konteks
Indonesia, kriminalitas ringan bisa dipahami sebagai akibat sistem
ekonomi politik yang tidak adil yang membuat sebagai warga negara
berbuat hal tersebut demi mempertahankan hidup. Tapi berbeda dengan
kasus kriminalitas yang dilakukan oleh para elit yang koruptor, jelas
itu bukan kaerna mempertahankan hidup. Tapi lebih karena kerakusan,
kemewahan, dan strategi untuk membeli kekuasaan, Dan inilah kejahatan
luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas oleh
negara. Akibat perbuatan mereka, uang yang seharusnya dipergunakan untuk
membangun kesejahteraan rakyat justru dihisap untuk kepentingan
pribadi dan kelompok (misal korupsi oleh partai).
Hampir
tiap bulan kita mendengar berbagai persoalan di dalam masyarakat yang
memiriskan hati terkait dengan kemelaratan. Mulai dari kasus bunuh diri
seorang pria yang tidak kuat menahan hutang dan seorang ibu membunuh
anak kandung sendiri yang masih kecil karena takut tidak bisa membiayai
hidup mereka. Bahkan ada seorang ibu yang tega menjual bayinya demi
mendapatkan uang. Yang lebih parah lagi seorang bapak menjual
keperawanan anak gadisnya demi mendapatkan beberapa lembar uang. Dan
masih banyak lagi masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh anak bangsa
akibat dari kemiskinan di level keluarga.
Akhirnya
Dari
uraian di atas, kemiskinan bukan hanya bisa menjadi faktor bagi
disintegrasi persatuan dan kesatuan bangsa dilevel makro, tapi lebih
dari itu. Kemiskinan juga bisa merusak keamanan, ketertiban, dan
kenyamaan dalam kehidupan sosial. Ia juga bahkan bisa menimbulkan
persoalan yang serius bagi kehidupan keluarga sebagai miliue terkecil
dari kehidupan berbangsa dan bernegara di level mikro.
Dari
realitas itulah seharusnya Negara (baca; pemerintah) harus betul-betul
melihat kemiskinan sebagai suatu faktor signifikan berbagai persoalan
kebangsaan. Meskipun bukan secara monokausal semua disebabkan oleh
faktor ini, tapi secara faktual kemiskinan terbukti mampu menjadi bom
waktu yang mengancam kedamaian kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegera kita. Negara harus hadir untuk menjawab persoalan
kesejahteraan rakyat tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD
1945. Kalau negara (pemerintah) tidak mau dan tidak mampu menyelesaikan
ini secara serius, maka pertanyaan yang harus kita lontarkan adalah buat
apa kita mempunyai pemerintah? Dan untuk apa kita bernegara?
Akhirnya,
mengutip pernyataan Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan peraih
Nobel perdamaian (karena perjuangannya mengentaskan kemiskinan di
Bangladesh dan dunia), “kita berharap suatu hari kelak untuk melihat
dan mengetahui kemiskinan hanya di museum, kemiskinan hanya dapat
dilihat sebagai sesuatu bagian dari masa lalu”. Tentu kita semua
menginginkan dan berusaha memperjuangkan hal tersebut terwujud di negeri
tercinta ini. Semoga hal ini terjadi di masa depan. Amien.
[i] Tulisan ini disampaikan sebagai bahan diskusi pada Seminar “Kemiskinan dan Kesatuan Bangsa” yang diselenggarakan oleh el-DEKA, 27 Desember 2011 di Sidoarjo.
Kami Hadir Untuk Menjalin Tali Silatuh Rahmi,Guna Untuk Membantu Para Masyarakat Di Muka Bumi Ini ,Dengan Segala Permasalahan Yang Ada,Karena Di Dalam Masyarakat Yang Kita Tahu Saat Sekarang Ini,Masih Banyak Masyarakat Yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan,Untuk Itu,Izinkan Saya Mbah Karwo Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Karwo Mbah memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei, maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Karwo Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 300.000 Paket 3D Sebesar Rp. 500.000 Paket 4D Sebesar Rp. 700.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0852-3162-7267 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0852-3162-7267
BalasHapus