Rabu, 05 Februari 2014

Kemiskinan dan Persatuan Bangsa

Oleh Moh. Mudzakkir

Pengantar
     Mengapa rasa nasionalisme masyarakat Indonesia seolah-olah bertambah ketika menyaksikan pertandingan-pertandingan olah raga? Terutama sekali saat olah raga yang sangat populer di negeri ini digelar. Lihat saja ketika pertandingan sepakbola antara kesebelasan U-23 Indonesia melawan Malaysia. Berbagai media, baik lokal maupun nasional, menjadikan headline besar-besaran peristiwa tersebut. Berbagai dukungan diberikan oleh masyarakat dari berbagai lapisan, baik secara langsung datang ke stadiun menjadi suporter atau hanya sekedar menyaksikan melalui layar kaca. Masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Nias hingga pulau Rote seakan-akan dipersatuan oleh perasaan sebangsa dan setanah air yang mempunyai tujuan memenangkan permainan sepkabola pada malam itu. Meskipun tim nasional indonesia dikalahkan, tapi aura dan euforia menjadi suatu bangsa saat itu cukup terasa.
     Harus kita akui, bahwa sepakbola bukan hanya sekedar berkaitan dengan kesehatan, hobi, dan kebutuhan untuk mengakumulasi modal ekonomi. Tapi terkadang juga bisa memberikan wahana dalam rangka membangun solidaritas sosial (social solidarity) dalam sebuah masyarakat. Dan salah satu perwujudan solidaritas sosial tersebut adalah imajinasi sebagai sebuah bangsa Indonesia. Apalagi ketika kesebelasan Indonesia berhadapan dengan negara tetangga (baca; Malaysia) yang dianggap telah melecehkan harga diri bangsa Indonesia (mulai dari kasus TKW, TKI, Illegal logging, klaim pulau di perbatasan, hingga  yang terakhir kasus pencaplokan daerah perbatasan di daerah Kalimanatan), seakan-akan sepakbola menjadi ruang untuk mengartikulasikan kegelisahan rasa nasionalisme kita.
     Hal ini bisa kita lihat dari ungkapan yang muncul di media massa dan spanduk suporter saat pertandingan Indonesia versus Malaysia digelar, “Ganyang Malaysia!” dan “Cabik-cabik Harimau Malaya”. Ungkapan pertama tentu tidak bisa lepas dari ingatan historis kita saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1960-an. Ketika Soekarno menuduh Malaysia sebagai boneka Inggris (imperialisme) di Asia Tenggara, dan ia menyerukan kepada relawan Indonesia dengan ungkapan “Ganyang Malaysia!”.
      Di sisi lain, saya melihat terkadang sepakbola juga bisa menjadi “candu masyarakat” dan “nasionlisme sesaat” atau instan. Mengapa demikian?  Ada dua argumen yang bisa diutarakan di sini.  Pertama, ketika masyarakat kelas bawah, menengah, dan atas bersama-sama menyaksikan dan mendukung tim nasional, seolah-olah persoalan sepakbola menjadi peristiwa penting bagi nasib bangsa Indonesia. Dan pada saat yang sama, para elit dan masyarakat melupakan problem-problem kebangsaan lainnya yang lebih penting dan mendesak untuk segera diselesaikan; seperti pengentasan kemiskinan, pemberantasan korupsi, pemerataan pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan, pemberantasan mafia hukum, kejatahan korporasi dan lainnya. Kedua, para pemimpin dan masyarakat kita merasa sudah menjadi sangat nasionalis, mencintai dan membela bangsa dan negara Indonesia, ketika ikut serta menyaksikan dan mendukung tim nasional. Tapi di sisi lain, mereka tidak  peduli atau bahkan tidak tergerak untuk menyerukan solidaritas bersama untuk  mengentaskan kemiskinan dan kemeralaratan saudara sebangsa dan setanah airnya. Bukankan ini tidak kalah kadar nasionalismenya?

Kemerdekaan, Kemiskinan dan Persatuan Nasional
     Soekarno mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia dibangun berdasarkan persamaan nasib sebagai bangsa yang dijajah dan ditindas oleh imperalisme Belanda. Nasionalisme yang bukan di dasarkan oleh ras, etnisitas, bahasa, atau pun agama. Oleh karena itu semboyan yang dipilih adalah Bhineka tunggal eka, berbeda-beda namun tetap menjadi satu kesatuan.
     Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas menjelaskan bahwa alasan utama bangsa Indonesia harus merdeka adalah karena kita meyakini bahwa penjajahah tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Penjajahan telah membuat kita tidak berdaya, baik secara batin maupun lahir sebagai manusia. Penjajahan telah merampas hak-hak kita sebagai manusia yang sesungguhnya. Dan dampak terbesar adalah hak-hak ekonomi bangsa kita yang dirampas. Akibatnya adalah kemiskinan, kemelaratan, dan kesenjangan sosial ekonomi yang sangat besar. Indonesia lahir untuk menyelesaikan  persoalan kemanusiaan tersebut, yaitu dengan jalan memberdayakan dan mensejahterakan rakyatnya.
     Tapi pertanyaannya kemudian adalah apakah bangsa Indonesia telah mampu membebaskan dirinya dari kemiskinan dan beralih menjadi bangsa yang sejahtera? Tentu belum tercapai, itulah jawaban yang muncul dari mulut kita bersama. Mengapa hal ini bisa terjadi? apa yang menyebabkan bangsa kita terperosok pada problem kemiskinan dan hingga sekarang belum mampu menyelesaikan? Dan apa hubungan antara kemiskinan dan persatuan nasional? Mungkin inilah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang terbersit dalam benak kita. Dan hingga sekarang terus menggusik nalar kritis untuk mencari jawaban atas problem kebangsaan ini.
     Diantara beberapa pertanyaan di atas saya mencoba untuk mengeksplorasi pertanyaan yang terakhir. Secara general, saya akan menjawab bahwa kemiskinan dan persatuan dan kesatuan bangsa mempunyai relasi yang sangat kuat. Dan bahkan bisa mempunyai dampak yang sangat besar baik secara konstruktif maupun dekonstruktif bagi proses kehidupan berbangsa suatu negara tertentu, tidak terkecuali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Marilah kita ambil contoh kasus negara tetangga Malaysia pada awal pasca kemedekaannya. Secara demografis, Malaysia dihuni oleh tiga etnis besar yaitu Melayu, Cina, dan India. Meskipun etnis Melayu mayoritas secara populasi, tapi minoritas dalam penguasaan ekonomi. Kemiskinan yang meluas dan tingkat pendidikan yang rendah, dua hal yang berkelindan membuat orang-orang Melayu menjadi jauh tertinggal dengan etnis Cina perantauan yang dikenal mempunyai kultur pekerja keras. Belum lagi ditambah kebijakan kolonialisme Inggris yang diskriminatif terhadap bangsa Melayu membuat mereka secara historis struktural termarjinalkan.
     Akibat proses-proses  tersebut akhirnya ketegangan antara Melayu dan Cina pun terjadi. Bahkan ketegangan tersebut mencapai pada puncaknya ketika terjadi kerusuhan rasial yang hampir saja membuat Malaysia terpecah belah. Mahathir Mohammad mampu melihat akar persoalan konflik ras ini. Salah satu akar persoalannya adalah faktor kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan yang terjadi pada etnis Melayu sebagai dampak destruktif praktek kolonialisme Inggris.
     Untuk mengatasi problem itu Pemerintah Malaysia membuat solusi jangka panjang, yaitu  dengan membuat kebijakan affirmative action yang ditujukan kepada mayoritas etnis Melayu yaitu dengan meningkat taraf hidup dan pendidikan mereka. Seperti kita lihat sekarang, kebijakan rezim Mahathir Mohammad tersebut ternyata cukup efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan warga negaranya (khususnya Melayu). Belum lagi dalam bidang pendidikan Malaysia secara serius membebaskan biaya pendidikan dan menyekolahkan pelajar/mahasiswa yang potensial ke negara-negara maju. Setelah satu atau dua dekade, Malaysia pun mengalami perubahan yang cukup luar biasa. Ketegangan dan konflik yang mengancam integrasi Malaysia seperti masa tahu 1960-an dan 1970-an sudah sangat sedikit terjadi, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada sama sekali.
     Dalam konteks Indonesia, contoh dampak kemiskinan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa cukup banyak yang bisa dijadikan contoh. Pasca runtuhnya rezim orde baru pada 1998 misalnya, bermunculan gerakan-gerakan separatis yang berada di beberapa provinsi mulai Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, dan Papua (Irian Jaya). Ketiga provinsi ini dikenal sebagai daerah penghasil hasil tambang yang cukup kaya, namun hasil hasil kekayaan alam (minyak bumi, gas, emas, dan tembaga) yang berada di daerah mereka justru yang menikmati adalah pemerintah pusat. Pembagian hasil pengolahan kekayaan alam yang tidak proporsional ditambah lagi korupsi yang merajalela (pusat atau daerah) membuat trickle down effects pembangunan tidak bisa dirasakan oleh ketiga masyarakat daerah tersebut.
     Tidak ada korelasi antara daerah kaya hasil bumi dengan tingkat kesejahteraan penduduk dan tingkat pendidikan. Akibatnya, gejolak ketidakpuasan pun tidak terbendung. Salah satunya adalah dengan bangkitnya gerakan-gerakan protes menuntut ketidakadilan hingga tingkat yang ekstrim, yaitu membuat gerakan yang berujung separatisme. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menuntut lepas dari NKRI akibat ketidakadilan politik ekonomi. Bukan hanya menggunakan jalur diplomasi tapi juga menggunakan jalur perjuangan senjata. Hingga akhirnya perdamaian pun tercapai meskipun dengan jalan berdarah-darah korban anak bangsa. Aceh pun mendapatkan Otonomi khusus sebagai jalan tengah.
     Hampir sejalan dengan Aceh, Papua pun juga melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Meskipun Papua dikenal sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam tapi rakyat papua masih belum semua menikmati kue pembangunan. Bahkan ketika terjadi konflik antara Freeport dan pendudukan lokal, pemerintah lebih memihak kepada peruhanan Transnasional tersebut. Pemerintah lebih melindungi perusahan asing yang jelas-jelas berbuat curang, pemimpin kita tidak mempunyai keberanian untuk merubah keadaan menjadi lebih adil dengan pihak asing.
      Kekayaan alam yang begitu melimpah seharusnya dapat dikelola dan dinikmati bangsa sendiri, tapi justru sebaliknya dikelola pihak asing dan dibagi secara tidak adil. Rakyat Indonesia dan Papua mendapat bagian yang lebih sedikit dibandingkan bagian Freeport. Kalau saja hasil kekayaan alam tersebut dikelola dan didistribusikan secara adil, niscaya rakyat Papua sejahtera dan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
     Ketidakadilan yang terjadi pada rakyat Papua menimbulkan gejolak ketidakpuasan. Gerakan-gerakan protes pun dilakukan oleh masyarakat Papua. Tuntutan memisahkan diri dari NKRI pun juga dilakukan sebagai bagian dari protes dari ketidakadilan yang mereka alami. Seperti kasus Aceh, Papua pun mendapatkan jawaban atas tuntutan mereka dengan otonomi khusus. Meskipun solusi tersebut belum menjawab persoalan-persoalan utama di Papua khususnya dalam soal keadilan ekonomi. Tapi paling tidak sudah memberikan solusi sementara. Tuntutan merdeka mungkin tidak akan muncul lagi apabila tingkat kemiskinan tinggi dan rendahnya pendidikan bisa diatasi.
     Selain kasus Aceh dan Papua, faktor lain yang bisa dijadikan contoh adalah soal konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Beberapa kasus etnis yang muncul di permukaan kalau ditelusuri secara mendalam sebenarnya bukan disebabkan oleh persoalan etnisitas itu sendiri. Tapi lebih disebabkan oleh persoalan kesejahteraan ekonomi. Ketika pendatang datang di suatu daerah tertentu lebih bekerja keras, kreatif, dan semangat untuk mencari peluang, di sisi lain penduduk asli terlenakan oleh keadaan yang sudah ada. Kecemburuan pun biasanya terjadi yang pada titik tertentu menimbulkan ketengangan dan puncaknya adalah konflik sosial yang bisa menganggu merobek persatuan dan kesatuan bangsa.
     Kemiskinan bukan hanya bisa menjadi bibit atau akar persoalan bagi disintegrasi bangsa secara luas, tapi juga prakondisi terjadinya problem kriminalitas dan perilaku sosial yang menyimpang di dalam masyarakat. Bukan rahasia lagi kalau faktor kemiskinan ditambah dengan susahnya mencari lapangan pekerjaan membuat orang berbuat nekat dan gelap mata untuk melakukan tindakan kejahatan, apakah itu mencopet, mencoleng, menipu, merampok, hingga membunuh. Secara sederhana dapat ditarik kesimpulan tentatif, semakin tinggi tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk suatu negara, maka semakin rendah tingkat kriminalitasnya.
      Dalam konteks Indonesia, kriminalitas ringan bisa dipahami sebagai akibat sistem ekonomi politik yang tidak adil yang membuat sebagai warga negara berbuat hal tersebut demi mempertahankan hidup. Tapi berbeda dengan kasus kriminalitas yang dilakukan oleh para elit yang koruptor, jelas itu bukan kaerna mempertahankan hidup. Tapi lebih karena kerakusan, kemewahan, dan strategi untuk membeli kekuasaan, Dan inilah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas oleh negara. Akibat perbuatan mereka, uang yang seharusnya dipergunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat  justru  dihisap untuk kepentingan pribadi dan kelompok (misal korupsi oleh partai).
     Hampir tiap bulan kita mendengar berbagai persoalan di dalam masyarakat yang memiriskan hati terkait dengan kemelaratan. Mulai dari kasus bunuh diri seorang pria yang tidak kuat menahan hutang dan seorang ibu membunuh anak kandung sendiri yang masih kecil karena takut tidak bisa membiayai hidup mereka. Bahkan ada seorang ibu yang tega menjual bayinya demi mendapatkan uang. Yang lebih parah lagi seorang bapak menjual keperawanan anak gadisnya demi mendapatkan beberapa lembar uang. Dan masih banyak lagi  masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh anak bangsa akibat dari kemiskinan di level keluarga.

Akhirnya
      Dari uraian di atas, kemiskinan bukan hanya bisa menjadi faktor bagi disintegrasi persatuan dan kesatuan bangsa dilevel makro, tapi lebih dari itu. Kemiskinan juga bisa merusak keamanan, ketertiban, dan kenyamaan dalam kehidupan sosial. Ia juga bahkan bisa menimbulkan persoalan yang serius bagi kehidupan keluarga sebagai miliue terkecil dari kehidupan berbangsa dan bernegara di level mikro.
      Dari realitas itulah seharusnya Negara (baca; pemerintah) harus betul-betul melihat kemiskinan sebagai suatu faktor signifikan berbagai persoalan kebangsaan. Meskipun bukan secara monokausal semua disebabkan oleh faktor ini, tapi secara faktual kemiskinan terbukti mampu menjadi bom waktu yang mengancam kedamaian kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegera kita. Negara harus hadir untuk menjawab persoalan kesejahteraan rakyat tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kalau negara (pemerintah) tidak mau dan tidak mampu menyelesaikan ini secara serius, maka pertanyaan yang harus kita lontarkan adalah buat apa kita mempunyai pemerintah? Dan untuk apa kita bernegara?
     Akhirnya, mengutip pernyataan Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan peraih Nobel perdamaian (karena perjuangannya mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dan dunia), “kita berharap suatu hari kelak untuk melihat dan mengetahui kemiskinan hanya di museum, kemiskinan hanya dapat dilihat sebagai sesuatu bagian dari masa lalu”.  Tentu kita semua menginginkan dan berusaha memperjuangkan hal tersebut terwujud di negeri tercinta ini. Semoga hal ini terjadi di masa depan. Amien.

[i]  Tulisan ini disampaikan sebagai bahan diskusi pada Seminar “Kemiskinan dan Kesatuan Bangsa” yang diselenggarakan oleh el-DEKA, 27 Desember 2011 di Sidoarjo.

Terima Kasih Telah Berkunjung Di Blog MUDZAKKIROLOGY

DMCA.com Dilarang Mengcopy-Paste seluruh atau sebagian artikel di atas dalam bentuk apapun. Hak cipta sepenuhnya dipegang oleh MUDZAKKIROLOGY dan dilindungi oleh Digital Millennium Copyright Act (DMCA). Tindakan Copy-Paste bisa secara otomatis membuat blog/website Anda TERHAPUS DARI INDEX GOOGLE.
Suka artikel ini? Bagikan : Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg

Artikel Terkait :

1 komentar:

  1. Kami Hadir Untuk Menjalin Tali Silatuh Rahmi,Guna Untuk Membantu Para Masyarakat Di Muka Bumi Ini ,Dengan Segala Permasalahan Yang Ada,Karena Di Dalam Masyarakat Yang Kita Tahu Saat Sekarang Ini,Masih Banyak Masyarakat Yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan,Untuk Itu,Izinkan Saya Mbah Karwo Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Karwo Mbah memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei, maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Karwo Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 300.000 Paket 3D Sebesar Rp. 500.000 Paket 4D Sebesar Rp. 700.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0852-3162-7267 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0852-3162-7267

    BalasHapus

Next Post Previous Post Homepage
 

Copyright © MUDZAKKIROLOGY | reDesigned by Orangbiasaji | Proudly Powered by Blogger